Setelah aku sehat dan kembali dari rumah sakit membawa bayi ku yang berusia 1 tahun, dengan lembut suami ku meminta izin pada ku bahwa dia ingin menikah lagi. Alasannya, baginya satu anak itu kurang. Dia harus memiliki anak yang lain, antara lain laki-laki dan perempuan. Dengan sedih, aku "terpaksa" merelakan suamiku untuk menikah lagi.
Sejak pernikahannya, dia jarang sekali pulang ke rumah. Paling sekali dalam seminggu dan kini setelah usia anakku 15 tahun, suamiku justru tak pernah pulang ke rumah lagi.
Dia telah memiliki 4 orang anak, tepatnya dua pasang dari isteri keduanya dan dua anak lagi dari isterinya yang ketiga. Aku juga sudah berkecukupan, punya tiga buah toko yang serahkan atas namaku serta sebuah mobil dan sebuah taksi selain sedikit deposito yang terus ku tabung unutk biaya kuliah anak ku Irvan nanti. Irvan sendiri sudah tak peduli pada ayahnya.
Malah, kalau ayahnya pulang, kelihatan Irvan tak bersahabat dengannya. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Semoga saja Irvan tidak berdosa pada ayahnya. Setiap malam Aku selalu mengeloni Irvan agar tubuhku tak kedinginan disiram oleh suasana dingin AC 2 PK di kamar tidurku. Irvan juga kalau kedinginan, justru merapatkan tubuhnya ke tubuhku.
Irvan memang anak yang manja dan aku menyayanginya. Sudah menjadi kebiasaanku, kalau aku tidur hanya memakai daster mini tanpa sehelai kain pun di balik daster miniku. Aku menikmati tidurku dengan udara dinginnya AC dan timpaan selimut tebal yang lebar.
Nikmat sekali rasanya tidur memeluk anak semata wayangku, Irvan. Ku salurkan belai kasih sayangku padanya. Hanya padanya yang aku sayangi.
Sudah beberapa kali juga aku membiarkan buah dada ku diisap-isap oleh Irvan. Aku mengelus-elus kepala Irvan dengan kelembutan dan kasih sayang. Tapi kali ini, tidak seperti biasanya. Hisapan pda pentil teteku, terasa demikian indahnya. Terlebih sebelah tangan Irvan mengelus-elus bulu vaginaku. Oh... indah sekali. Aku membiarkannya. Toh dia anakku juga.
Biarlah, agar tidurnya membuahkan mimpi yang indah. Saat aku mencabut pentil tetek ku dari mulut Irvan, dia merengek. "Mamaaaaa..." Ku ganti memasukkan pentil tetekku yang lain ke dalam mulutnya. Selalu begitu, sampai akhirnya mulutnya terlepas dari tetekku sendiri dan aku menyelimutinya dan kami tertidur pulas.
Malam ini, aku justru sangat bernafsu. Aku ingin disetubuhi. Ah... Mampukah Irvan menyetubuhiku. Usianya baru 15 tahun. Masih SMP. Mampukah. Pertanyaan itu selalu bergulat dalam bathinku.
Biarlah, agar tidurnya membuahkan mimpi yang indah. Saat aku mencabut pentil tetek ku dari mulut Irvan, dia merengek. "Mamaaaaa..." Ku ganti memasukkan pentil tetekku yang lain ke dalam mulutnya. Selalu begitu, sampai akhirnya mulutnya terlepas dari tetekku sendiri dan aku menyelimutinya dan kami tertidur pulas.
Malam ini, aku justru sangat bernafsu. Aku ingin disetubuhi. Ah... Mampukah Irvan menyetubuhiku. Usianya baru 15 tahun. Masih SMP. Mampukah. Pertanyaan itu selalu bergulat dalam bathinku.
Keesokan paginya, saat Irvan pergi ke sekolah, aku membongkar lemari yang sudah lama tak ku rapikan.
Di lemari pakaian Irvan di kamarnya (walau dia tak pernah meniduri kamarnya itu) aku melihat beberapa keping CD.
Di lemari pakaian Irvan di kamarnya (walau dia tak pernah meniduri kamarnya itu) aku melihat beberapa keping CD.
Saat aku putar, ternyata semua nya film-film porno dengan berbagai posisi. Dadaku gemuruh. Apakah anak ku sudah mengerti seks?
Apakah dia sudah mencobanya dengan perempuan lain? Atau dengan pelacur kah? Haruskah aku menanyakan ini pada anak ku? Apakah jiwanya tidak terganggu, kalau aku mempertanyakannya?
Apakah dia sudah mencobanya dengan perempuan lain? Atau dengan pelacur kah? Haruskah aku menanyakan ini pada anak ku? Apakah jiwanya tidak terganggu, kalau aku mempertanyakannya?
Dalam hati aku berpikir, ku simpulkan, sebaiknya ku biarkan dulu dan aku akan menyelidikinya dengan sebaik mungkin dan setertutup mungkin.
Seusai Irvan mengerjakan PR-nya (Di sekolah Irvan memang anak pintar), dia menaiki tempat tidur dan memasuki selimut ku. Dia cium pipi kiri dan pipi kanan ku sembari membisikkan: Selamat malam... mama...". Biasanya aku menjawabnya dengan: "Selamat malam sayang...".
Tapi kalau aku sudah tertidur, biasanya aku tak menjawabnya. Dadaku gemuruh, apakah malam ini aku mempertanyakan CD porno itu. Akhirnya aku membiarkan saja. Dan... Aku kembali merasakan buah dadaku dikeluarkan dari balik dasterku yang mini dan tipis.
Irvan mengisapnya perlahan-lahan. Ah... kembali aku bernafsu. Terlebih kembali sebelah tangannya mengelus-elus bulu vaginaku. Sebuah jari-jarinya mulai mengelus klentitku. Aku merasakan kenikmatan.
Kali ini, aku yakin Irvan tidak tidur. Aku merasakan dari nafasnya yang memburu. Aku diam saja. Sampai jarinya memasuki lubang vaginaku dan mempermainkan jarinya di sana. Ingin rasanya aku mendesah, tapi... aku tidak ingin dia tahu kalau aku masih terbangun dan ku biarkan dia saja.
Aku juga tahu kalau Irvan menurunkan celananya, sampai bagian bawah tubuhnya sudah bertelanjang. Dengan sebelah kakinya, dia mengangkangkan kedua kaki ku.
Seusai Irvan mengerjakan PR-nya (Di sekolah Irvan memang anak pintar), dia menaiki tempat tidur dan memasuki selimut ku. Dia cium pipi kiri dan pipi kanan ku sembari membisikkan: Selamat malam... mama...". Biasanya aku menjawabnya dengan: "Selamat malam sayang...".
Tapi kalau aku sudah tertidur, biasanya aku tak menjawabnya. Dadaku gemuruh, apakah malam ini aku mempertanyakan CD porno itu. Akhirnya aku membiarkan saja. Dan... Aku kembali merasakan buah dadaku dikeluarkan dari balik dasterku yang mini dan tipis.
Irvan mengisapnya perlahan-lahan. Ah... kembali aku bernafsu. Terlebih kembali sebelah tangannya mengelus-elus bulu vaginaku. Sebuah jari-jarinya mulai mengelus klentitku. Aku merasakan kenikmatan.
Kali ini, aku yakin Irvan tidak tidur. Aku merasakan dari nafasnya yang memburu. Aku diam saja. Sampai jarinya memasuki lubang vaginaku dan mempermainkan jarinya di sana. Ingin rasanya aku mendesah, tapi... aku tidak ingin dia tahu kalau aku masih terbangun dan ku biarkan dia saja.
Aku juga tahu kalau Irvan menurunkan celananya, sampai bagian bawah tubuhnya sudah bertelanjang. Dengan sebelah kakinya, dia mengangkangkan kedua kaki ku.
Irvan pun menaiki tubuhku dengan perlahan. Aku merasakan penisnya mengeras. Berkali-kali dia menusukkan penis itu ke dalam vagina ku.
Irvan ternyata tidak mengetahui, dimana lubang vagina. Berkali-kali gagal. Aku kasihan padanya, karena hampir saja dia putus asa. Tanpa sadar, aku mengangkangkan kedua kaki ku lebih lebar. Saat penisnya menusuk bagian atas vaginaku, aku mengangkat pantatku dan perlahan penis itu memasuki ruang vaginaku.
Irvan menekannya. Vagina ku yang sudah basah pun langsung menelan penisnya. Nampak nya Irvan belum mampu mengatasi keseimbangan dirinya.
Irvan ternyata tidak mengetahui, dimana lubang vagina. Berkali-kali gagal. Aku kasihan padanya, karena hampir saja dia putus asa. Tanpa sadar, aku mengangkangkan kedua kaki ku lebih lebar. Saat penisnya menusuk bagian atas vaginaku, aku mengangkat pantatku dan perlahan penis itu memasuki ruang vaginaku.
Irvan menekannya. Vagina ku yang sudah basah pun langsung menelan penisnya. Nampak nya Irvan belum mampu mengatasi keseimbangan dirinya.
Dia langsung menggenjotku dan mengisapi tetekku. Lalu crooot...croot...croooootttt, sprmanya menyemprot di dalam vaginaku.
Tubuhnya mengejang dan melemas beberapa saat kemudian. Perlahan Irvan menuruni tubuh ku. Aku belum sampai... tapi aku tak mungkin berbuat apa-apa. Besok malam, hal itu terjadi lagi. Terjadi lagi dan terjadi lagi. Setidaknya tiga kali dalam semingu. Irvan pun menjadi laki-laki yang dewasa.
Tak sedikit pun kami menyinggung kejadian malam-malam itu. Kami hanya berbicara tentang hal-hal lain saja. Sampai suatu sore, aku benar-benar bernafsu sekali. Ingin sekali disetubuhi. Saat berpapasan dengan Irvan aku mengelus penisnya dari luar celananya. Irvan membalas meremas pantatku.
Aku secepatnya ke kamar dan membuka semua pakaianku, lalu merebahkan diri di atas tempat di tutupi selimut. Aku berharap, Irvan memasuki kamar tidur ku. Belum sempat usai aku berharap, Irvan sudah memasuki kamar tidur ku. Di naik ke kamar tidur ku dan menyingkap selimut ku.
Tubuhnya mengejang dan melemas beberapa saat kemudian. Perlahan Irvan menuruni tubuh ku. Aku belum sampai... tapi aku tak mungkin berbuat apa-apa. Besok malam, hal itu terjadi lagi. Terjadi lagi dan terjadi lagi. Setidaknya tiga kali dalam semingu. Irvan pun menjadi laki-laki yang dewasa.
Tak sedikit pun kami menyinggung kejadian malam-malam itu. Kami hanya berbicara tentang hal-hal lain saja. Sampai suatu sore, aku benar-benar bernafsu sekali. Ingin sekali disetubuhi. Saat berpapasan dengan Irvan aku mengelus penisnya dari luar celananya. Irvan membalas meremas pantatku.
Aku secepatnya ke kamar dan membuka semua pakaianku, lalu merebahkan diri di atas tempat di tutupi selimut. Aku berharap, Irvan memasuki kamar tidur ku. Belum sempat usai aku berharap, Irvan sudah memasuki kamar tidur ku. Di naik ke kamar tidur ku dan menyingkap selimut ku.

Melihat aku tertidur dengan telanjang bulat, Irvan langsung melepas semua pakaiannya. Sampai bugil. Bibirku dan tetekku sasaran utamanya. Aku mengelus-elus kepalanya dan tubuhnya. Sampai akhirnya aku menyeret tubuhnya menaiki tubuhku.
Ku kangkangkan kedua kaki ku dan menuntun penisnya menembus vagina ku. Nafsu ku yang sudah memuncak, membuat kedua kaki ku melingkar pada pinggangnya. Mulutnya masih rakus mengisapi dan menggigit kecil pentil tetek ku.
Sampai akhirnya, kami sama-sama menikmatinya dan melepas kenikmatan kami bersama. Seusai itu, kami sama-sama minum susu panas dan bercerita tentang hal-hal lain, seakan apa yang baru kami lakukan, buka sebuah peristiwa.
Malamnya, seusai Irvan mengerjakan PR-nya dia mendatangiku yang lagi baca majalah wanita di sofa. Tatapan matanya, ku mengerti apa maunya. Walau sore tadi kami baru saja melakukannya. Ku tuntun dia duduk di lantai menghadapku.
Setelah dia duduk, aku membuka dasterku dan mengarahkan wajahnya ke vagina ku. Aku berharap Irvan tau apa yang harus dia lakukan, setelah belajar dari CD pornonya. Benar saja, lidah Irvan sudah bermain di vaginaku. Dan aku terus membaca majalah, seperti tak terjadi apa-apa.
Aku merasa nikmatr sekali. Lidahnya terus menyedot-nyedot klentit ku dan kedua tangannya mengelus-elus pinggang ku. Sampai akhirnya aku menjepit kepalanya, karena aku akan orgasme. Irvan menghentikan jilatannya dan aku melepaskan nikmat ku.
Kemudian kedua kaki ku kembali merenggang. Aku merasakan Irvan menjilati basahnya vaginaku. Setelah puas, Irvan bangkit. Aku turun ke lantai. Kini irvan yang membuka celananya dan menarik kepala ku agar mulut ku merapat ke penisnya. Penis yang keras itu ku jilati dengan diam.
Irvan menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Kepala ku ditangkapnya dan dielus-elusnya. Aku terus menjilatinya dan terus melahap penisnya, sampai spermanya memenuhi mulut ku. Sampai akhirnya normal kembali dan kami duduk bersisian menyaksikan film lepas di TV.
Seusai nonton film, aku mengajaknya untuk tidur, karena besok dia harus sekolah dan aku harus memeriksa pembukuan toko.
"Yuk tidur sayang," kata ku.
Irvan bangkit dan menggamit tangan ku, lalu kami tertidur pulas sampai pagi.
Siang itu, aku mendengar Irvan pulang sekolah dan dia minta makan. Kami sama-sama makan siang di meja makan. Usai makan siang, kami sama-sama mengangkat piring kotor dan sama-sama mencucinya di dapur. Irvan menceritakan guru barunya yang sangat disiplin dan terasa agak kejam.
Aku mendengarkan semua keluhan dan cerita anak ku. Itu kebiasaan ku, sampai akhirnya aku juga mulai menanyakan siapa pacarnya dan pernah pergi ke tempat pelacuran atau tidak.
Sebenarnya aku tahu Irvan tidak pernah pacaran dan tidak pernah kepelacuran dari diary-nya. Kami sama-sama menyusun piring dan melap piring sampai ke ring ke rak-nya, sembari kami terus bercerita.
"Ma...besok Irvan diajak teman mendaki gunung...boleh engak, Ma?" Tanya Irvan meminta izin ku sembari tangannya masuk ke bagian atas dasterku dan mengelus tetek ku.
"Nanti kalau sudah SMA saja ya, sayang..." kata ku sembari mengelus penis Irvan.
"Berarti tahun depan dong, Ma," katanya sembari mengjilati leherku.
"Oh... iya sayang. Tahun depan" kata ku pula sembari membelai penisnya dan melepas kancing celana biru sekolahnya dan melepas semua pakaiannya sampai Irvan telanjang bulat.
"Kalau mama bilang gak boleh ya udah. Irvan gak ikut," katanya sembari melepaskan pula kancing dasterku sampai aku telanjang bulat.
Ya.. kami terus bercerita tentang sekolah Irvan dan kami sudah bertelanjang bulat bersama.
Ya.. kami terus bercerita tentang sekolah Irvan dan kami sudah bertelanjang bulat bersama.
"Sesekali kita wisata ke puncak yuk ma..." kata Irvan sembari menjilati leher ku dan mengelus tetek ku.
Aku duduk di kursi dan Irvan berdiri di belakang ku. Uh... anakku sudah benar-benar dewasa.
Dia ingin sekali bermesraan dan sangat romantis.
Dia ingin sekali bermesraan dan sangat romantis.
"Kapan Irvan maunya ke puncak?" kata ku sembari menkmati jilatannya.
Aku pun mulai menuntunnya agar berada di hadapan ku. Irvan ku bimbing untuk naik ke atas tubuh ku. Kedua kakinya mengangkangi tubuh ku dan bertumpu pada kursi.
Pantatnya sudah berada di atas kedua paha ku dan aku memeluknya. Ku arahkan murnya untuk mengisap pentil tetekku. "Bagaimana kalau malam ini saja kita ke puncak sayang. Besok libur dan lusa sudah minggu. Kita di pucak dua malam," kata ku sembari mengelus-elus rambutnya.
"Setuju, ma. Kita bawa dua buah selimut ma," katanya mengganti isapannya dari tetek ku yang satu ke tetek ku yang lain.
Pantatnya sudah berada di atas kedua paha ku dan aku memeluknya. Ku arahkan murnya untuk mengisap pentil tetekku. "Bagaimana kalau malam ini saja kita ke puncak sayang. Besok libur dan lusa sudah minggu. Kita di pucak dua malam," kata ku sembari mengelus-elus rambutnya.
"Setuju, ma. Kita bawa dua buah selimut ma," katanya mengganti isapannya dari tetek ku yang satu ke tetek ku yang lain.
"Kenapa harus dua sayang. Satu saja.." kata ku yang merasakan tusukan penisnya yang mengeras di pangkal perut ku.
"Selimutnya kita satukan biar semakin tebal, biar hangat ma. Dua selimut kita lapis dua," katanya.
Dia mendongakkan wajahnya dan memejamkan matanya, meminta agar lidah ku memasuki mulutnya. Aku memberinya. Sluuupp... lidah ku langsung diisapnya dengan lembut dan sebelah tangannya mengelus tetek ku.
Tiba-tiba Irvan berdiri dan mengarahkan penisnya ke mulut ku. Aku menyambutnya. Saat penis itu berada dalam mulut ku dan aku mulai menjilatinya dengan mata terpejam dan Irvan mengatakan : "Rasanya kita langsung saja pergi ya ma. Sampai di puncak belum sore. Kita boleh jalan-jalan ke gunung yang dekat villa itu," katanya.
Tiba-tiba Irvan berdiri dan mengarahkan penisnya ke mulut ku. Aku menyambutnya. Saat penis itu berada dalam mulut ku dan aku mulai menjilatinya dengan mata terpejam dan Irvan mengatakan : "Rasanya kita langsung saja pergi ya ma. Sampai di puncak belum sore. Kita boleh jalan-jalan ke gunung yang dekat villa itu," katanya.
Aku mengerti maksudnya, agar aku cepat menyelesaikan keinginannya dan kami segera berangkat. Cepat aku menjilati penisnya dan Irvan Meremas-remas rambut ku dengan lembut.
Sampai akhirnya, Irvan menekan kuat-kuat penisnya ke dalam mulut ku dan meremas rambut ku juga. Pada tekak mulut ku, aku merasakan hangatnya semprotan sperma Irvan beberapa kali. Kemudian dia duduk kembali ke pangkuan ku.
Di ciumnya pipi ku kiri-kanan dan mengecup kening ku. Uh... dewasanya Irvan. Ku balas mengecup keningnya dengan lembut. Irvan turun dari kursi, lalu memakaikan daster ku dan dia pergi ke kamar mandi. Aku kekamar menyiapkan sesuatu yang harus kami bawa.
Aku tak lupa membawa dua buah selimut dan pakaian yang mampu menghangatkan tubuh ku. Semua siap. Mobil meluncur ke puncak, mengikuti liuknya jalan aspal yang hitam menembus kabut yang dingin. Kami tiba pukul 15.00.
Setelah check in, kami langsung makan di restoran di tepi sawah dan memesan ikan mas goreng serta lalapannya. Kami makan dengan lahap sekali. Dari sana kami menjalani jalan setapak menaik ke lereng bukit. Dari sana, aku melihat sebuah mobilo biru tua, Toyota Land Cruiser melintas jalan menuju villa yang tak jauh dari villa kami. Mobil suamiku, ayahnya Irvan. Pasti dia dengan isteri mudanya atau dengan pelacur muda, bisik hati ku. Cepat ku tarik Irvan agar dia tak melihat ayahnya.
Aku terlambat, Irvan terlebih dahulu melihat mobil yang dia kenal itu. Irvan meludah dan menyumpahi ayahnya: "Biadab !!!" Begitu bencinya dia pada ayahnya. Aku hanya memeluknya dan mengelus-elus kepalanya. Kami meneruskan perjalanan.
Aku tak mau suasana istirahat ini membuatnya jadi tak indah. Sebuah bangku terbuat dari bata yang disemen. Kami duduk berdampingan diatasnya menatap jauh ke bawah sana, ke hamparan sawah yang baru ditanami. Indah sekali. Irvan merebahkan kepalanya ke dada ku.
Aku tahu hati nya galau. Ku elus kepalanya dan ku belai belai.
Sampai akhirnya, Irvan menekan kuat-kuat penisnya ke dalam mulut ku dan meremas rambut ku juga. Pada tekak mulut ku, aku merasakan hangatnya semprotan sperma Irvan beberapa kali. Kemudian dia duduk kembali ke pangkuan ku.
Di ciumnya pipi ku kiri-kanan dan mengecup kening ku. Uh... dewasanya Irvan. Ku balas mengecup keningnya dengan lembut. Irvan turun dari kursi, lalu memakaikan daster ku dan dia pergi ke kamar mandi. Aku kekamar menyiapkan sesuatu yang harus kami bawa.
Aku tak lupa membawa dua buah selimut dan pakaian yang mampu menghangatkan tubuh ku. Semua siap. Mobil meluncur ke puncak, mengikuti liuknya jalan aspal yang hitam menembus kabut yang dingin. Kami tiba pukul 15.00.
Setelah check in, kami langsung makan di restoran di tepi sawah dan memesan ikan mas goreng serta lalapannya. Kami makan dengan lahap sekali. Dari sana kami menjalani jalan setapak menaik ke lereng bukit. Dari sana, aku melihat sebuah mobilo biru tua, Toyota Land Cruiser melintas jalan menuju villa yang tak jauh dari villa kami. Mobil suamiku, ayahnya Irvan. Pasti dia dengan isteri mudanya atau dengan pelacur muda, bisik hati ku. Cepat ku tarik Irvan agar dia tak melihat ayahnya.
Aku terlambat, Irvan terlebih dahulu melihat mobil yang dia kenal itu. Irvan meludah dan menyumpahi ayahnya: "Biadab !!!" Begitu bencinya dia pada ayahnya. Aku hanya memeluknya dan mengelus-elus kepalanya. Kami meneruskan perjalanan.
Aku tak mau suasana istirahat ini membuatnya jadi tak indah. Sebuah bangku terbuat dari bata yang disemen. Kami duduk berdampingan diatasnya menatap jauh ke bawah sana, ke hamparan sawah yang baru ditanami. Indah sekali. Irvan merebahkan kepalanya ke dada ku.
Aku tahu hati nya galau. Ku elus kepalanya dan ku belai belai.
"Tak boleh menyalahkan siapapun dalam hidup ini. Kita harus menikmati hidup kita dengan tenang dan damai serta tulus," kata ku mengecup bibirnya.
Angin mulai berhembus sepoi-sepoi dan kabut sesekali menampar-nampar wajah kami. Irvan mulai meremas tetek ku, walau masih ditutupi oleh pakaian ku dan bra.
"Iya. Kita harus hidup bahagia. Bahagia hanya untuk milik kita saja" katanya lalu mencium leher ku.
"Kamu lihat petani itu? Mereka sangat bahagia dengan hidupnya" kataku sembari mengelus-elus penisnya dari balik celananya.
"Kamu lihat petani itu? Mereka sangat bahagia dengan hidupnya" kataku sembari mengelus-elus penisnya dari balik celananya.
Irvan pun berdiri, lalu menuntun ku untuk berdiri juga. Aku hanya mengikutinya. Dia mengelus-elus pantat ku dengan lembut.
"Lumpur-lumpur itu pasti lembut sekali, Ma," katanya terus mengelus pantatku. Pasti Irvan terobsesi dengan anal seks, pikir ku.
"Lumpur-lumpur itu pasti lembut sekali, Ma," katanya terus mengelus pantatku. Pasti Irvan terobsesi dengan anal seks, pikir ku.
Aku harus memberinya agar dia senang dan bahagia serta tak lari kemana-mana apalagi ke pelacur. Dia tak boleh mendapatkannya dari perempuan jalang.
Kami mulai menuruni bukit setelah mobil Toyota biru itu hilang, mungkin ke dalam garasi villa. Irvan tetap memeluk pinggangku dan kami memesan dua botol teh. Kami meminumnya di tepi warung.
Kami mulai menuruni bukit setelah mobil Toyota biru itu hilang, mungkin ke dalam garasi villa. Irvan tetap memeluk pinggangku dan kami memesan dua botol teh. Kami meminumnya di tepi warung.
"Wah... anaknya ganteng sekali bu. Manja lagi," kata pemilik warung.
Aku tersenyum dan Irvan pun tak melepaskan pelukannya. Sifatnya memang manja sekali.
Aku tersenyum dan Irvan pun tak melepaskan pelukannya. Sifatnya memang manja sekali.
"Senang ya bu, punya anak ganteng," kata pemilik warung itu lagi.
Kembali aku tersenyum dan orang-orang yang berada di warung itu kelihatan iri melihat kemesraan ku dengan anak ku.
Mereka pasti tidak tau apa yang sedang kami rasakan. Keindahan yang bagaimana. Mereka tak tahu. Setelah membayar, kami menuruni bukit dan kembali ke villa. Angin semakin kencang sore menjelang mahgrib itu.
Kami memesan dua gelas kopi susu panas dan membawanya ke dalam kamar. Setelah mengunci kamar, aku melepaskan semua pakaian ku.
Mereka pasti tidak tau apa yang sedang kami rasakan. Keindahan yang bagaimana. Mereka tak tahu. Setelah membayar, kami menuruni bukit dan kembali ke villa. Angin semakin kencang sore menjelang mahgrib itu.
Kami memesan dua gelas kopi susu panas dan membawanya ke dalam kamar. Setelah mengunci kamar, aku melepaskan semua pakaian ku.
Bukankah tadi Irvan mengelus-elus pantatku? Apa dia ingin anal seks? Setelah aku bertelanjang bulat, aku mendekati Irvan dan melepaskan semua pakaiannya. Ku lumasi penisnya pakai lotion.
Aku melumasi pula dubur ku dengan lotion. Di lantai aku menunggingkan tubuh ku. Irvan mendatangi ku. Ku tuntun penisnya yang begitu cepat mengeras menusuk lubang dubur ku. Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidup ku ketika aku baru menikah.
Sakit sekali rasanya. Dari temanku aku mengetahui, kalau mau main dari dubur, harus memakai pelumas, katanya. Kini aku ingin praktekkan pada Irvan dan Irvan mengarahkan ujung penisnya ke dubur ku. Kedua lututnya, tempatnya bertumpu. Perlahan...perlahan dan perlahan.
Aku merasakan tusukan itu dengan perlahan. Ah... Irvan, kau begitu mampu memberikan apa yang aku inginkan, bisik hati ku sendiri.
Aku melumasi pula dubur ku dengan lotion. Di lantai aku menunggingkan tubuh ku. Irvan mendatangi ku. Ku tuntun penisnya yang begitu cepat mengeras menusuk lubang dubur ku. Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidup ku ketika aku baru menikah.
Sakit sekali rasanya. Dari temanku aku mengetahui, kalau mau main dari dubur, harus memakai pelumas, katanya. Kini aku ingin praktekkan pada Irvan dan Irvan mengarahkan ujung penisnya ke dubur ku. Kedua lututnya, tempatnya bertumpu. Perlahan...perlahan dan perlahan.
Aku merasakan tusukan itu dengan perlahan. Ah... Irvan, kau begitu mampu memberikan apa yang aku inginkan, bisik hati ku sendiri.
Setiap kali aku merasa kesat, aku dengan tangan ku menambahi lumasan lotion ke batangnya. Aku merasakan penis itu keluar-masuk dalam dubur ku.
Ku arahkan sebelah tangan Irvan untuk mengelus-elus klentit ku. Waw... nimat sekali. Di satu sisi klentit ku nikat disapu-sapu dan di sisi lain, dubur ku dilintasi oleh penis yang keluar masuk sangat teratur. Tak ada suara apa pun yang terdengar. Sunyi sepi dan diam.
Hanya ada desau angin, desah nafas yang meburu dan sesekali ada suara burung kecil berkicau di luar sana, menuju sarangnya. Tubuh Irvan sudah menempel di punggung ku. Sebelah tangannya mengelus-elus klentit ku dan sebelah lagi meremas tetek ku.
Lidahnya menjilati tengkuk ku dan dan leher ku bergantian. Aku sangat beruntung memiliki anak seperti Irvan.
Ku arahkan sebelah tangan Irvan untuk mengelus-elus klentit ku. Waw... nimat sekali. Di satu sisi klentit ku nikat disapu-sapu dan di sisi lain, dubur ku dilintasi oleh penis yang keluar masuk sangat teratur. Tak ada suara apa pun yang terdengar. Sunyi sepi dan diam.
Hanya ada desau angin, desah nafas yang meburu dan sesekali ada suara burung kecil berkicau di luar sana, menuju sarangnya. Tubuh Irvan sudah menempel di punggung ku. Sebelah tangannya mengelus-elus klentit ku dan sebelah lagi meremas tetek ku.
Lidahnya menjilati tengkuk ku dan dan leher ku bergantian. Aku sangat beruntung memiliki anak seperti Irvan.
Dia laki-laki perkasa dan penuh kelembutan.
Tapi... kenapa kali ini dia begitu buas dan demikian binal? Tapi... Aku semakin menikmati kebuasan Irvan anak kandung ku sendiri.
Buasnya Irvan adalah buas yang sangat santun dan penuh kasih. Aku sudah tak mampu membendung nikmat ku. Aku menjepit tangan Irvan yang masih mengelus klentit ku juga menjepit penisnya dengan dubur ku.
Buasnya Irvan adalah buas yang sangat santun dan penuh kasih. Aku sudah tak mampu membendung nikmat ku. Aku menjepit tangan Irvan yang masih mengelus klentit ku juga menjepit penisnya dengan dubur ku.
Irvan mendesah-desah.
"Oh... oh....oooooohh..." Irvan menggigit bahu ku dan mempermainkan lidahnya di sela-sela gigitannya. Dan remasan pada tetek ku terasa begitu nikmat sekali.
Ooooooooooohhhh... desahnya dan aku pun menjerit.. Akhhhhhhhhhhhh.........
Lalu aku menelungkup di lantai karpet tak mampu lagi kedua lutut ku untuk bertumpu. Penis Irvan mengecil dan meluncur cepat keluar dari dubur ku. Irvan cepat membalikkan tubuh ku. Langsung aku diselimutinya dan dia masuk ke dalam selimut, sembari mengecupi leher ku dan pipi ku.
Kami terdiam, sampai desah nafas kami normal. Irvan menuntun ku duduk dan membimbing ku duduk di kursi, lalu melilit tubuh ku dengan selimut hotel yang tersedia di atas tempat tidur. Dia mendekatkan kopi susu ke mulut ku. Aku meneguknya.
Ku dengar dia mencuci penisnya, lalu kembali mendekat pada ku.
Lalu aku menelungkup di lantai karpet tak mampu lagi kedua lutut ku untuk bertumpu. Penis Irvan mengecil dan meluncur cepat keluar dari dubur ku. Irvan cepat membalikkan tubuh ku. Langsung aku diselimutinya dan dia masuk ke dalam selimut, sembari mengecupi leher ku dan pipi ku.
Kami terdiam, sampai desah nafas kami normal. Irvan menuntun ku duduk dan membimbing ku duduk di kursi, lalu melilit tubuh ku dengan selimut hotel yang tersedia di atas tempat tidur. Dia mendekatkan kopi susu ke mulut ku. Aku meneguknya.
Ku dengar dia mencuci penisnya, lalu kembali mendekat pada ku.
Dia kecup pipi ku dan mengatakan, "Malam ini kita makan apa, Ma?"
"Terserah Irvan saja sayang".
"Setelah makan kita kemana, Ma?" dia membelai pipiku dan mengecupnya lagi.
"Terserah Irvan saja sayang. Hari ini, adalah harinya Irvan. Mama ngikut saja apa maunya anak mama," kata ku lembut.
"Terserah Irvan saja sayang. Hari ini, adalah harinya Irvan. Mama ngikut saja apa maunya anak mama," kata ku lembut.
"OK, Ma. Hari ini harinya Irvan. Besok sampai minggu, harinya mama. Malam ini kita di kamar saja. Aku tak mau ketemu dengan orang yang naik Toyota Biru itu," katanya geram. Nampaknya penuh dendam. Aku menghela nafas.
Usai makan malam, kami kembali ke kamar dan langsung tidur di bawah dua selimut yang hangat dan berpelukan. Kami tidur sampai pukul 09.00 pagi baru terbangun.

Posting Komentar untuk "Hubungan Suami Istri Dengan Anak Ku Sendiri"